Archive for 10/15/14
Puja dan puji syukur kami haturkan
kehadapan ida sang hyang widhi wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena berkat
petunjuk beliau-lah makalah “Catur Purusartha” ini dapat terselesaikan dengan
baik, makalah ini merupakan tugas sekolah yang dibebankan oleh Bapak I Wayan
Berata selaku guru bidang study Agama Hindu di SMK Giri Pendawa Rendang. Dalam
penyusunan makalah ini kami tidaklah bekerja sendiri melainkan kami dibantu
oleh beberapa pihak yaitu:
1.
Bapak
I Wayan Berata selaku guru bidang study Agama Hindu SMK Giri Pendawa
2.
Rekan
- rekan anggota kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini.
Beserta pihak lain yang
tidak kami sebutkan namanya satu persatu, kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas partisipasi yang telah diberikan kepada kami dalam upaya
penyelesaian makalah ini, kami menyadari betul bahwa makalah yang kami susun
ini masih jauh dari kata sempurna maka dari pada itu kritik dan saran yang
sifatnya mendukung untuk mencapai sebuah kesempurnaan sangat kami harapkan.
Om Santih, Santih, Santih Om.
Rendang 4,oktober 2013
Ketua kelompok II
I Komang Bagiarta
Catur
purusartha
Catur Purusa Artha berasal dari akar
kata Catur yang berarti
Empat, purusa yang
berarti Jiwa, dan Artha yang
berarti Tujuan Hidup. Jadi, Catur Purusa Artha adalah Empat Tujuan hidup
manusia. Catur Purusa Artha memiliki kaitan yang erat dengan Catur Varga yang
berarti empat tujuan hidup manusia yang terjalin erat satu dengan yang lainnya.
Uraian mengenai keterkaitan Catur Purusa Artha dan Catur Varga, dapat kita
temui dalam Susastera India yang telah ditulis berabad-abad lamanya. Misalnya
dalam Kitab Mahabharata atau Asta Dasa Parva. Karena kitab kesusasteraan India
banyak diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno (Kawi), maka uraian tentang Catur
Purusa Artha juga banyak ditemui dalam sumber-sumber jawa kuno lainnya, seperti
Kekawin Ramayana, Sarasamusscaya, dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut merupakan kitab yang
banyak dibaca dan digemari sampai saat ini, maka ajaran Catur Purusa Artha
merupakan ajaran yang bersifat universal dan berlaku sepanjang jaman. Di dalam
Kitab Brahma Purana, dapat kita jumpai kutipan mengenai Catur Purusa Artha,
seperti disebutkan di bawah ini:
“dharmaarthakamamoksanam
sariram sadhanam”
Artinya: Tubuh adalah alat untuk
mendapat Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.
Kutipan diatas menjelaskan bahwa manusia harus
menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya, apa yang harus dicarinya dengan
badan yang dimilikinya. Semuanya tak lain adalah Catur Purusa Artha itu
sendiri. Berikut adalah bagian-bagian dari catur Purusa Artha beserta
Penjelasannya:
1.
Dharma
Kata Dharma berasal dari kata dhr yang
berarti menjinjing, memelihara, memangku, mengatur. Jadi, dharma
dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia beserta
semua makhluk. Menurut Santi Parva (109.11) bahwa semua yang ada di dunia ini
telah memiliki dharma dan diatur oleh dharma. Sebagai contoh, manusia yang
telah memelihara dan mengatur hidupnya untuk mencapai moksa adalah orang-orang
yang telah melaksanakan dharma. Artinya, bahwa kewajiban-kewajiban daripada
sorang manusia adalah melaksanakan Dharma demi mencapai moksa. Seperti yang
diuraikan dalam kitab Sarassamuscaya berikut ini:
Kamarthau lipsamanas tu dharmam evaditas caret
Na hi dharmadapetyarthah kamo vapi kadacana
Yan paramarthanya, yan arthakama bsadhyan, dharma juga
Irekasakna rumuhun, niyata,katemwan in artha kama mne
Tan paramartha wi katemwan in arthakama denin anasar saken dharma
Artinya: jika Artha dan Kama yang dituntut, maka seharusnya, lakukanlah Dharma terlebih dahulu, pasti akan diperoleh Artha atau Kama itu nanti, tidak akan ada artinya jika memperoleh Artha dan Kama tetapi menyimpang dari Dharma.
Ada sebuah kutipan seper Dharma su Satyam Utamam yang artinya Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan Dharma. Artinya, jika kita hendak melakukan sesuatu, lakukanlah hal tersebut berdasarkan Dharma, jangan pernah menyimpang dari Dharma. Sebab, dengan melakukan Dharma terlebih dahulu, baik Kama atau Artha akan mengikuti. Sesungguhnya, Kebenaran Tertinggi adalah Brahman itu sendiri. Dharma itu seperti layaknya sebuah perahu. Perahu mengantarkan nelayan menyeberangi lautan, sedangkan Dharma adalah jalan untuk mencapai Tuhan (Brahman).
Kamarthau lipsamanas tu dharmam evaditas caret
Na hi dharmadapetyarthah kamo vapi kadacana
Yan paramarthanya, yan arthakama bsadhyan, dharma juga
Irekasakna rumuhun, niyata,katemwan in artha kama mne
Tan paramartha wi katemwan in arthakama denin anasar saken dharma
Artinya: jika Artha dan Kama yang dituntut, maka seharusnya, lakukanlah Dharma terlebih dahulu, pasti akan diperoleh Artha atau Kama itu nanti, tidak akan ada artinya jika memperoleh Artha dan Kama tetapi menyimpang dari Dharma.
Ada sebuah kutipan seper Dharma su Satyam Utamam yang artinya Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan Dharma. Artinya, jika kita hendak melakukan sesuatu, lakukanlah hal tersebut berdasarkan Dharma, jangan pernah menyimpang dari Dharma. Sebab, dengan melakukan Dharma terlebih dahulu, baik Kama atau Artha akan mengikuti. Sesungguhnya, Kebenaran Tertinggi adalah Brahman itu sendiri. Dharma itu seperti layaknya sebuah perahu. Perahu mengantarkan nelayan menyeberangi lautan, sedangkan Dharma adalah jalan untuk mencapai Tuhan (Brahman).
2.
Artha
Artha dapat diartikan sebagai tujuan
hidup ataupun kepentingan orang lain. Namun dalam hal ini, Artha lebih di
fokuskan pada kekayaan atau harta. Agama Hindu sangatlah memperhatikan
kedudukan dan fungsi artha dalam kehidupan. Mencari Harta atau Kekayaan,
bukanlah sesuatu yang dilarang, malahan itu merupakan hal yang dianjurkan
asalkan semuanya itu diperoleh berdasarkan Dharma dan digunakan untuk
kepentingan Dharma pula. Dalam Agama Hindu, sebenarnya Artha bukanlah merupakan
tujuan. Melainkan, Moksa lah yang menjdai tujuan tertinggi umat Hindu yang
hidup di dunia ini. Artha hanyalah merupakan sarana untuk mencapai tujuan
tersebut yang sangat penting pula setelah Dharma.
Di dalam kitab Sarassamuscaya
dijelaskan bahwa jika harta diperoleh dengan jalan Dharma, maka bahagia lah
orang yang memperolehnya itu, tetapi jika harta tersebut diperoleh dengan cara
Adharma, maka noda dan dosa lah yang ia dapatkan. Seperti itulah arti dari
kutipan salah satu sloka di kitab Sarassamuscaya. Harta yang diperoleh
seseorang harus dapat di bagi tiga, yakni:
a.
Sadhana ri Kasiddhan in dharma
Dipakai untuk memenuhi Dharma. Contohnya untuk
melakukan kewajiban-kewajiban dharma, seperti pelaksanaan Panca Yadnya.
b. Sadhana
ri kasiddhan in Kama
Dipakai untuk memenuhi Kama. Contohnya, untuk
kesenian, olahraga, rekreasi, hobby, dan lain sebagainya.
c.
Sadhana ri kasiddhan in Artha
Dipakai untuk mendapatkan harta kembali, contohnya,
untuk memproduksi sesuatu, berjualan, dan lain sebagainya.
Dalam ajaran Agama Hindu berkali-kali ditekankan bahwa Harta tidak akan dibawa mati. Yang akan meringankan dan menuntun pergi ke akhirat adalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu, harta kekayaan hendaknya di sedekahkan, dipakai, dan diabdikan untuk perbuatan dharma. Hanya dengan cara demikian lah harta tersebut memiliki nilai yang utama.
Dalam ajaran Agama Hindu berkali-kali ditekankan bahwa Harta tidak akan dibawa mati. Yang akan meringankan dan menuntun pergi ke akhirat adalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu, harta kekayaan hendaknya di sedekahkan, dipakai, dan diabdikan untuk perbuatan dharma. Hanya dengan cara demikian lah harta tersebut memiliki nilai yang utama.
3.
Kama
Kama dalam ajaran Agama Hindu berarti
nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup.
Kenikmatan tersebut merupakan salah satu tujuan hidup utama manusia karena
manusia memiliki 10 indriya yaitu:
a.
Srotendriya
: keinginan untuk mendengar
b.
Tvagendriya
: keinginan untuk merasakan sentuhan
c.
Caksvindriya
: keinginan untuk melihat
d.
Jihvendriya
: keinginan untuk mengecap
e.
Ghranendriya
: Keinginan untuk mencium
f.
Wagindriya
: keinginan untuk berkata
g.
Panindriya
: keinginan untuk memegang sesuatu
h.
Padendriya
: keinginan untuk bergerak atau berjalan
i.
Payvindriya
: keinginan untuk membuang kotoran
j.
Upasthendriya : keinginan
untuk enikmatan dengan kelamin
Kesepuluh indriya tersebut menyebabkan manusia berbuat
sesuatu, perasaan tahu. Kita harus dapat mengontrol indria tersebut agar tidak
terjerumus kepada hal-hal negative karena sering sekali indria menjerumuskan
manusia ke arah yang negatif jika manusia itu tidak dapat mengendalikan indria
itu sendiri. Menurut ajaran agama Hindu, Kama atau nafsu tidak ada artinya jika
diperoleh dengan cara yang menyimpang dari Dharma. Karena Dharma menduduki
tempat paling utama dari Kama dan menjadi pedoman dalam mencapai Kama. Dalam
kekawain Ramayana, dikatakan bahwa, Kenikmatan (Kama) hendaknya terletak dalam
kemungkinan yang diberikan kepada orang lain untuk merasakan kenikmatan.
Jadi,pekerjaan yang bersifat ingin menguntungkan diri sendiri dalam memperoleh
harta dan kenikmatan tidak dilaksanakan.
4.
Moksa
Moksa merupakan tujuan tertinggi
umat Hindu. Moksa memiliki arti, yakni pelepasan atau kebebasan. Maksud dari
kebebasan disini adalah kebahagiaan dimana atma dapat terlepas dari pengaruh
maya dan ikatan Subha-Asubha Karma, serta bersatunya sang Atman dengan Brahman
(asalnya). Moksa juga dapat diartikan sebagai Mukti atau Nirvana. Pada
hakekatnya, manusia mengharapkan kebahagiaan yang tertinggi (Sat Cit
Ananda). Namun kebahagiaan seperti ini tidak dapat kita rasakan di
kehidupan duniawi ini. Menurut ajaran Agama Hindu, Kebahagiaan yang kekal dan
abadi hanya di dapat dengan persatuan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
disebut dengan Moksa. Umat manusia harusnya sadar bahwa perjalanan hidup mereka
di dunia adalah untuk mencari Ida Sang Hyang Widhi dan bersatu dengan beliau.
Tentu kita tidak mengharapkan kembali bahwa kita akan lahir ke dunia
berulang-ulang dan sengsara. Apabila kita masih lahir ke dunia, itu berarti
kita belum mencapai Kebahagiaan yang tertinggi.
Seperti layaknya kita menyeberangi Samudera, tentu mencapai Beliau (Brahman)
bukanlah sesuatu yang mudah untuk di lakukan. Akan tetapi, semua itu dapat
diperoleh jika jalan yang kita tempuh untuk mencapai Beliau adalah dengan jalan
Dharma. Lagi-lagi disini diuraikan mengenai Dharma. Ya, itu semua memang harus
berlandaskan Dharma, karena Tuhan/Brahman itu adalah kebenaran itu sendiri.
Sangat mustahil sekali, jika kita mencapai beliau dengan jalan Adharma.
Jangankan mencapai Brahman, untuk mencapai Artha dan Kama pun kita tidak akan
mampu jika melakukannya. Tujuan umat hindu sesungguhnya untuk mencapai dan
melaksanakan Dharma sebagai pengendali Artha dan Kama yang merupakan sarana
untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, yakni mencapai Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atau Moksa.
Adapun kaitan Catur Purusa Artha
dengan Catur Asrama. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa Catur
Asrama adalah empat tingkatan hidup manusia, mulai dari Brahmacari (masa
menuntut ilmu), Grhasta (masa berumah tangga), Wanaprastha (mulai meninggalkan
kehidupan materi), dan Biksuka/sanyasin (melepaskan keterikatan duniawi).
Keempat tingkatan ini hanya bersifat informal yang nantinya memiliki kaitan
erat dengan Catur Purusa Artha, dengan kata lain, Catur Purusa Artha merupakan
filsafat hidup dari Catur Asama.
Dalam tingkatan hidup Brahmacari,
kedudukan Dharma (dalam hal ini Kebenaran) sangatlah penting. Dharma adalah
tujuan pokok dalam tingkat hidup Brahmacari. Artha dan Kama belum begitu
mendapat tempat penting disini. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa mencari
Artha, Kama dan Moksa maka Brahmacari merupakan dasar Asrama yang lain Grhasta,
Wanaprastha, dan Biksuka. Tingkat hidup pada masa Brahmacari ini sering sekali
di sebut sebagai aguron-guron atau asewaka guru yang artinya adalah suatu
tingkat kehidupan yang memerlukan ketekunan, kesungguhan. Karena pada tahap
ini, seorang sisya/murid mendapatkan wejangan-wejangan dari guru yang berarti
juga mendapatkan ilmu pengetahuan dari sang guru. Tentunya mendapatkan
pengetahuan seperti ini memerlukan sikap kesungguhan. Pada tahap Brahmacari ini
juga, seseorang dapat membentuk wataknya berdasarkan pada Dharma.
Lain halnya dengan Grhasta, melewati
masa Brahmacari, seseorang wajib memasuki masa Grhasta. Dalam tingkat hidup
Grhasta, masalah artha dan Kama menjadi tujuan hidup yang sangat penting.
Seseorang yang telah memasuki masa Grhasta akan memiliki kewajiban-kewajiban
yang berkaitan dengan masalah masyarakat maupun dengan masalah keagamaan. Di
samping memiliki kewajiban untuk melanjutkan sebuah keturunan, seorang Grhastin
(sebutan untuk orang yang menjalani thap Grhasta) berkewajiban juga melaksnakan
yadnya, seperti Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta
Yadnya. Tingkatkehidupan Grhasta merupakan tingkatan hidup yang sangat berat.
Namun, apabila semua kewajiban-kewajiban tersebut dapat di laksanakan
berdasarkan dengan dharma, maka hidup ini akan sangat mulia.
Selanjutnya ketika seseorang telah
masuk ke masa Brahmacari dan Grhasta, selanjutnya adalah masa Wanaprastha (masa
untuk mengasingkan diri). Seseorang yang telah masuk dalam masa Wanaprastha,
akan mulai mengasingkan dirinya dari kegiatan kehidupan kemasyarakatan. Dalam
hal ini, berarti Artha dan Kama mulai berkurang sehingga, Artha dan Kama dalam
tingkat hidup Wanaprastha tidak memiliki kedudukan yang penting. Apabila
seseorang sudah memasuki masa Wanaprastha ini, berarti seseorang itu sudah
berani melepaskan diri dari ikatan Kama dan Artha. Karena tujuan pokok dari
Asrama ini adalah untuk mencapai moksa. Untuk dapat menyatu dengan Ida Sang Hyang
Widhi, maka pada masa ini kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam masa ini
adalah tapa brata dan semadhi.
Tingkat hidup yang terakhir dalam
Catur Asrama adalah Sanyasin atau Biksuka. Sesungguhnya, pada tingkat
Wanaprastha dan Biksuka tidak banyak bedanya. Dalam tingkat Sanyasin, seseorang
benar-benar telah matang dalam semadhinya. Seorang Sannyasa benar-benar sudah
tidak memiliki keinginan untuk mencari Kama maupun Artha lagi. Hanya satu yang
menjadi keinginannya, yakni mencapai penunggalan Ida Sang Hyang widhi yang
berupa suka tan pawali duka yaitu Moksa. Seorang Sannyasa akan lebih banyak
melakukan dharma yatra atau tirtha yatra yaitu mengunjungi tempat-tempat
suci. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam masa Brahmacari,
saat Dharma merupakan tujuan utama adalah merupakan tingkat hidup yang sangat
menentukan berhasilnya tingkat hidup yang lain, yakni Grhasta, Wanaprastha, dan
Biksuka. Dengan kata lain, Grhasta, Wanaprastha dan Biksuka tidak akan tercapai
dengan baik tanpa menghayati Dharma.